Sejarah Sinden adalah sebutan bagi para wanita bernyanyi lagu sunda .Dari kacamata seni, sinden bukanlah vokalis, yakni orang yang bernyanyi, diiringi instrumen musik sunda Vokalis juga menjadi pusat perhatian karena tema dan pesan utama tertampung dalam balutan lirik-lirik lagu yang dia bawakan. Dengan demikian, vokalis menjadi acuan dalam sebuah pertunjukan musik.
Adapun sinden (kebanyakan wanita) mempunyai kedudukan setara instrumen (dalam konteks ini gamelan), tidak mencoba diiringi ataupun mengiringi. Dari kacamata musik, sinden dianggap sebagai satu kesatuan instrumen gamelan. Agar terwujud rasa ideal gending maka semua instrumen harus bersinergi,
antara satu dan yang lain, tak terkecuali sinden.
Susan Pratt Walton dalam disertasi berjudul Heavenly Nymphs and Earthly Delights: Javanese Female Singers, Their Music and Their Lives (1996) menuliskan, walaupun suara sinden lebih terdengar nyaring ketimbang instrumen gamelan bukan berarti dia menjadi anutan dan dasar acuan. Inilah yang membedakan kedudukan sinden dari vokalis.
Karenanya, dalam hampir keseluruhan sajian, Sejarah Sinden tidak berperan sebagai pemimpin bagi keutuhan ansambel,
layaknya vokalis pada orkestra musik Barat. Namun kedudukan sinden menjadi begitu istimewa karena boleh dikatakan dia merupakan satu-satunya ’’instrumen’’ yang memberi warna lain dalam pertunjukan karawitan.
’’Sinden Sunda seolah-olah berusaha memberikan sejumlah tawaran alternatif akan pemikiran dan generasi penerus sinden di Jawa barat pada umumnya. Diharapkan kompetisi ini memunculkan, sekaligus mencetak generasi baru sinden.
Artinya, mengembalikan kodrat sinden dalam takaran penilaian auditif (suara) bukan lagi glamour visual yang selama ini banyak menghiasi wajah pertunjukan wayang kulit mutakhir. cukup sekian yang saya ceritakan tentang sinden
Terima kasih sudah membaca blog Sejarah Sinden dari kami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar